@li

Jumat, 20 September 2013

KHOTBAH JUM'AT



MEWUJUDKAN KETAQWAAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Quba, 20-12-2013

 Betapa pentingnya sikap dan perilaku taqwa, sehingga dalam al-Qur’an disebutkan lebih 260 kali kata “TAQWA” ini, dan salah satu diantaranya firman Allah Swt dalam Surat Al- Imran  ayat 102.
يَأَيُّهَاالَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu ke-pada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan ja-nganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keada-an beragama Islam. (QS. Ali Imran, 3: 102)
Dan Firman Allah Swt dalam Al-qur’an surat Al-hujurat ayat 13 menyatakan :

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara ka-mu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu”. (QS. al-Hujurat, 49: 13)
Ma’syiral Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah
Ketaqwaan merupakan puncak kehidupan ruhaniah manusia serta merupakan ajaran Islam yang paling esensial. Ratusan kata taqwa dalam al-Qur’an, menunjukkan betapa tingginya nilai kebajikan yang terkandung didalam-nya. Semua keutamaan yang dihajatkan dalam kehidupan dunia dan akhirat sudah tercakup dalam kata taqwa sendiri. Begitu pula berbagai sifat mulia dan terpuji seperti: jujur, adil, amanah, ihsan, penyantun, pemaaf, sabar, syukur, menepati janji dan sebagainya merupakan bagian dari taqwa itu sendiri. Sedangkan rahmat, nikmat, barokah dan kebahagiaan semuanya merupakan buah dari ketaqwaan. Dengan demikian taqwa ini bukan suatu penampilan luar melainkan status kedalaman diri manusia, yang manifestasinya terpancar pada kehidupan nyata, yakni; sikap dan perilaku. Taqwa menggambarkan keadaan yang paling dalam dari diri manusia mengenai eksistensi hubungan-nya kepada Allah Swt .
Rasulullah Saw menegaskan
اِنَّ اللهَ لاَيَنْظُرُ اِلى صُوَرِكُمْ وَاَجْسَادِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ اِلى قُلُوْبِكُمْ وَاَعْمَالِكُمْ، اَلتَّقْوى ههُنَا، اَلتَّقْوى ههُنَا، اَلتَّقْوى ههُنَا وَيَشِيْرُ اِلى صَدْرِهِ (رواه مسلم)
“Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa-mu dan postur tubuhmu tetapi Ia memandang kepada hatimu dan amal perbuatanmu. Taqwa itu di sini !, 3x  (beliau mengisya-ratkan ke dadanya)”. (HR. Muslim)
Ma’syiral Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah
Sebagaimana sahabat ‘Ubay bin Ka’ab ketika ditanya sayyidina Umar bin Khaththab ra., beliau menjelaskan: “bahwa prilaku bertaqwa, yaitu bersikap hati-hati dalam segala per-kara”. Pertama, menjaga diri, dari murka Allah Swt seperti: syirik, kafir, meninggalkan ibadah, berzina, bersumpah palsu, durhaka kepada orang tua, korupsi, dan sebagainya. Kedua, menjaga diri dari perbuatan yang merusak atau merugikan diri sendiri seperti: minum khamar/narkoba, berjudi, boros, menyia2-kan waktu, malas bekerja, tidak menuntut ilmu, tidak berbudi, dan sebagainya. Ketiga, menjaga diri dari perbuatan yang merusak dan merugikan orang lain seperti: menipu, mencuri, merampok, memfitnah, menganiaya, berkhianat, mengadu domba, berdusta, mengganggu ketentraman ru-mah tangga orang lain, mencemari dan merusak lingkungan dan sebagainya.
Ma’syiral Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah
Jadi orang yang taqwa itu mereka yang selalu berhati-hati dan menjaga diri dari semua perkara (kehendak, pemikiran, perkataan, dan perbuatan) yang mengundang kemurkaan Allah Swt, kemudian merugikan diri sendiri dan merugikan orang lain. Sikap berhati-hati didalam-nya terdapat tiga hubungan kehidupan. Pertama, hubungan kepada Allah Swt; orang yang taqwa selalu berhati-hati menjaga diri baik (tekad, ucap dan lagkah) dari semua perbuatan yang dimurkai oleh Allah Swt; di bidang akidah menjaga kemurnian akidah dari segala macam rawasib (kemusyrikan dan kekafiran); di bidang ibadah selalu menjaga kemurnian ibadah sesuai dengan panduan al-Qur’an dan tuntunan Sunnah Rasul Saw; di bidang ahklaq selalu menjaga diri dari pelanggaran etika ajaran Islam.
Kedua, hubungan terhadap semua manusia sebagai makhluk sosial (ijtimaiyah); orang yang bertaqwa selalu berhati-hati menjaga diri dari semua perbuatan yang merugikan orang lain, walaupun akan menguntungkan baginya. Karena itu pula kita diwajibkan untuk amar ma’ruf nahi munkar untuk menghilangkan dan mencegah segala bentuk kemurkaan yang dapat menimbulkan malapetaka dan bencana bagi kehidupan ini.
Ketiga, hubungan terhadap diri pribadi dimana manusia sebagai mahluk individual (nafsiah) yang bertanggung jawab atas semua per-buatannya di hadapan Allah; maka hati-hati dalam rangka taqwa itu ialah kemampuan menjaga diri dari semua pe-langgaran (baik terhadap peraturan Allah maupun peraturan pemerintah) yang dapat merugikan diri sendiri. Sebab semua bentuk pelanggaran sekecil apapun akan merugikan bagi yang bersangkutan.
Sebagaimana Firman-Nya:
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهُ. وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهُ
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat biji zarrah, kelak dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat biji zarrah, niscaya diapun akan melihat balasannya pula”.(QS. al-Zalzalah, 99: 7-8)

Ma’syiral Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah
Kesimpulan;
Adalah tiga hal yang harus diperhatikan dlam mewujudkan ketaqwaan pada kehidupan sehari-hari yakni:
1.       Pertama, kita harus; berhati-hati menjaga diri, dari melakukan berbagai perbuatan yang menyebabkan murka Allah Swt., seperti: syirik, kafir, meninggalkan ibadah, berzina, bersumpah palsu, durhaka kepada orang tua, korupsi, dan sebagainya.
2.       Kedua, kita harus;  berhati-hati menjaga diri dari perbuatan yang merusak atau merugikan diri sendiri
seperti: minum khamar (sekarang termasuk narkoba), berjudi, boros, membuang-buang waktu, tidak mau bekerja (malas), tidak menuntut ilmu, tidak berbudi, dan sebagainya.
3.       Ketiga, kita harus; berhati-hati menjaga diri dari perbuatan yang merusak dan merugikan orang lain
seperti: menipu, mencuri, merampok, memfitnah, menganiaya, berkhianat, mengadu domba, berdusta, mengganggu ketentraman ru-mah tangga orang lain, mencemari dan merusak lingkungan dan sebagainya.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk dan tuntunan kepada kita untuk meningkatkan ketaqwaan sebagai landasan yang kokoh untuk membangun kembali kehidupan masyarakat dan bangsa kita, demi menuju bangsa yang diridhai Allah Swt,  Amin.
أَقُوْلُ قَوْلِ هذَا وَاسْتَغْفِرُاللهَ العَظِيْمَ لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلَمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Oleh: Moh.Ali Mahmudi,S.Pd.I




Mengukir Prestasi Dihadapan Ilahi
Paldam, 16/05-'14

Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah.....
Kita semua maklum bahwa, manusia pada mulanya berasal dari dua orang sejoli, Nabiyullah Adam dan ibunda Hawa. Dari padanya-lah berkembang menjadi banyak berbangsa-bangsa bahkan suku-suku. Semua manusia dinegara manapun dinisbatkan kepada beliau berdua. Dalam hal ini Allah swt., berfirman (QS.Al-Hujurat:13).

artinya:“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang YG paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Disebutkan dalam ayat ini bahwa kedudukan manusia dihadapan Allah adalah sama, tidak ada perbedaan. Adapun yang membedakan manusia satu dgn yg lainnnya adalah Ketaqwaannya, yaitu seberapa ketaatan mereka kepada Allah swt., dan RasulNya. Rasulullah Saw., bersabda:
لَيْسَ لأَحَدٍ عَلَى أَحَدٍ فَضْلٌ إِلاَّ بِالدِّيْنِ أَوْ عَمَلٍ صَالِحٍ. (رواه البيهقي).
“Tidaklah seseorang mempunyai keutamaan melebihi orang lain, kecuali karena ketaatan dalam agama atau amal shalih.”
Ma’asyiral muslimin jama’ah Jum’ah rahimakumullah ...
Akan tetapi Saat ini, kehidupan manusia berbalik dgn apa yg telah di isyaratkan ayat dan hadits di atas. Bukan lagi berlomba2 dalam ketaatan beragama akan tetapi perkembangan  manusia modern saat ini, berlomba-lomba dalam mengembangkan potensi keduniaan-nya. demi rasa gembira, puas, bangga, bahkan kesombongan. merasa dikdaya dgn kekuasaanya, adikuasa dgn kepemimpinannnya, membanggakan kekayaan diatas kemiskinan orang lain, membanggakan jabatan dan kedudukan yg telah diraihnya, sehingga hak-hak syariat agama pun terlupakan. BAHKAN terkadang tidak mempedulikan perintah Allah swt., dan larangan-NYA. Padahal disaat manusia punya; KEkuasaAN, KEkayaAN, jabatan dan kedudukan, pada saat itulah manusia sedang diuji oleh Allah swt., apakah mreka gol. hamba yang taat atau gol. hamba yg Laknat. Itulah parameter yang pada saatnya nanti akan dimintai pertanggung-jawaban.
Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah ..
Kemudian yang menjadi pertanyaan dalam  kehidupan kita sekarang  ini adalah..! Prestasi manakah yang akan kita raih? Prestasi barrun, taqiyyun, karimun (baik, taqwa, mulia!) Ataukah sebaliknya prestasi fajirun, syaqiyun, Dzalilun (ahli maksiat, celaka, hina) Dalam hal ini? Kita sudah sepatutnya koreksi diri sejauh mana kita mentaati ajaran Allah swt., dan RasulNya. Dalam sebuah  wasiat Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata:
أَيُّهَا النَّاُس إِنَّمَا أَنْتَ أَيَّامٌ، كُلَّمَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ.
“Wahai manusia, ketahuilah bahwasanya engkau bagaikan (kumpulan) hari-hari, setiap ada sehari yang berlalu, maka hilanglah sebagian dari dirimu.”
Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah ..
Wasiat Imam Al-Hasan Al-Bashri ini selanjutnya akan menimbulkan pertanyaan bagi kita terhadap diri sendiri;
·         Sudah berapa umur kita yang berlalu begitu saja .. ?
·         Sudah berapakah amal sholeh yang telah kita investasikan di sisi Allah .. ?
·         Sudah berapa pula, amal maksiat yang telah kita lakukan yang menyebabkan kita nantinya terseret kedalam Neraka .. ?
Marilah, segera kita tahsibun li nafsi /evaluasi diri dengan berjanji pada diri-sendiri untuk berhenti dari kemaksiatan, serta memperbaiki diri untuk meningkatkan prestasi dihadapan Allah swt., dan Rasulnya. Semua Umat Islam termasuk kita ini telah diberi hidayah berupa Al-Qur’an (dan As-Sunnah). Selanjutnya tinggal bagaimana kita umat Islam menerjemahkan dalam kehidupan sehari-hari. Apakah kita termasuk dhalimun linafsih, muqtashid, atau saabiqun bil khairat bi idznillah. Dalam tafsirnya, Al-Hafizh Ibnu Katsir memberikan pengertiannya :
·         dhalimun linafsihi: Orang yang enggan mengerjakan kewajiban (syariat) dan banyak melanggar apa yang Allah haramkan.
·         Muqtashid: Orang yang menunaikan kewajiban, meninggalkan yang diharamkan, kadang meninggalkan yang sunnah dan mengerjakan yang makruh.
·         Sabiqun bil khairat: Orang yang mengerjakan kewajiban dan sunnah, serta meninggalkan yang haram dan makruh, bahkan meninggalkan sebagian yang mubah/subhat. (karena wara’nya)
Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah ..
Tak seorang pun di antara kita yang bercita-cita untuk berada dalam penjara Allah yang berupa siksa api Neraka yang sangat dasyat.. Tetapi semua itu kembali kepada kita masing-masing. Kalau kita tidak mempedulikan syari’at Allah swt., tentulah  kita akan masuk di dalam neraka tsb.. Na’udzu billah. , sebagaimana sabda Rasul SAW.
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ.
“(Jalan) menuju surga itu penuh dengan sesuatu yang tidak disukai manusia, dan (jalan) Neraka itu dilingkupi sesuatu yang disukai oleh syahwat”
Kesimpulan ;
1.        Bukan umur yg  berlalu yg kita hitung untuk meningkatkan prestasi di sisi Allah swt., akan tetapi  sekarang dan yg akan datanglah umur  yg menentukan prestasi kita dalam menggapai ridho Allah swt..
2.        Jadikanlah diri sebagai Sabiqun bil khairat: Orang yang mengerjakan kewajiban dan sunnah, serta meninggalkan yang haram dan makruh, serta meninggalkan hal-hal yang subhat.
3.        Jadikanlah sosial kemasyarakatan kita sbg  mu’amalah syar’iyah sehingga menjadikan prestasi yg luar biasa disisi Allah swt. Manusia sekitar,
4.         Dan selalu berusaha Menjauhi segala macam bentuk kemaksiatan.
Semoga Allah menjadikan kita ke dalam golongan umat terbaik ; barrun, taqiyyun, karimun (baik, taqwa, mulia!)  dan terjauhkan dari  fajirun, syaqiyun, Dzalilun (ahli maksiat, ahli celaka, ahli hina). Amin
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.




  Oleh: Moh.Ali Mahmudi,S.Pd.I

  Khutbah II


اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى اَمَرَنَا بِالاتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنَ. اَشْهَدُ اَنْ لاَّ ِالهَ ِالاَّ للهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ اِيَّاهُ نَعْبُدُ وَاِيَّاهُ نَسْتَعِيْنَ, وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِيْنَ. اَلّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ علَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ : فَيَا عِبَادَالله اِتَّقُ اللهَ تَعَالَى رَبَّ الْعَالمَيْنَ. وَسَارِعُوْ اِلى مَغْفِرَةِ اللهِ الْكَرِيْمِ. وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَلَى بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ فَقَالَى فِى كِتَابِهِ الْعَزِيْز. اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتِهِ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِى يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَلّلهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلاْحْيَاءِ مِنْهُمُ اْلاَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُّجِيْبُ الدَّعْوَاتِ رَبَّنَا اتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَهً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَالله, اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالاْحْسَانَ وَاِيْتَائِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرْ وَالْبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُاللهَ اَكْبَرَ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا يَصْنَعُوْنَ اَقِيْمُوا الصَّلوةَ.