MEWUJUDKAN KETAQWAAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Quba, 20-12-2013
Betapa
pentingnya sikap dan perilaku taqwa, sehingga
dalam al-Qur’an disebutkan lebih 260 kali kata “TAQWA” ini, dan salah satu
diantaranya firman Allah Swt dalam Surat Al- Imran ayat 102.
يَأَيُّهَاالَّذِيْنَ
ءَامَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ
مُّسْلِمُوْنَ
“Hai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah kamu ke-pada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan
ja-nganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keada-an beragama Islam. (QS. Ali Imran, 3: 102)
Dan Firman Allah Swt dalam Al-qur’an surat Al-hujurat
ayat 13 menyatakan :
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَكُمْ
“Sesungguhnya orang yang
paling mulia di
antara ka-mu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu”. (QS. al-Hujurat, 49: 13)
Ma’syiral Muslimin Sidang
Jum’at Rahimakumullah
Ketaqwaan
merupakan puncak kehidupan ruhaniah manusia serta merupakan ajaran Islam yang
paling esensial. Ratusan kata taqwa dalam al-Qur’an, menunjukkan betapa
tingginya nilai kebajikan yang terkandung didalam-nya. Semua keutamaan yang
dihajatkan dalam kehidupan dunia dan akhirat sudah tercakup dalam kata taqwa
sendiri. Begitu pula berbagai sifat mulia dan terpuji seperti: jujur, adil,
amanah, ihsan, penyantun, pemaaf, sabar, syukur, menepati janji dan sebagainya
merupakan bagian dari taqwa itu sendiri. Sedangkan rahmat, nikmat, barokah dan
kebahagiaan semuanya merupakan buah dari ketaqwaan. Dengan demikian taqwa ini
bukan suatu penampilan luar melainkan status kedalaman diri manusia, yang
manifestasinya terpancar pada kehidupan nyata, yakni; sikap dan perilaku.
Taqwa menggambarkan keadaan yang paling dalam dari diri manusia mengenai
eksistensi hubungan-nya kepada Allah Swt .
Rasulullah
Saw menegaskan
اِنَّ اللهَ
لاَيَنْظُرُ اِلى صُوَرِكُمْ وَاَجْسَادِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ اِلى قُلُوْبِكُمْ
وَاَعْمَالِكُمْ، اَلتَّقْوى ههُنَا، اَلتَّقْوى ههُنَا، اَلتَّقْوى ههُنَا
وَيَشِيْرُ اِلى صَدْرِهِ (رواه مسلم)
“Sesungguhnya Allah tidak
memandang kepada rupa-mu dan postur tubuhmu tetapi Ia memandang kepada hatimu
dan amal perbuatanmu. Taqwa itu di sini !, 3x (beliau mengisya-ratkan
ke dadanya)”. (HR. Muslim)
Ma’syiral Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah
Sebagaimana sahabat ‘Ubay
bin Ka’ab ketika ditanya sayyidina Umar bin Khaththab ra., beliau menjelaskan: “bahwa prilaku bertaqwa, yaitu bersikap hati-hati dalam segala per-kara”. Pertama, menjaga diri, dari murka
Allah Swt seperti: syirik, kafir, meninggalkan ibadah, berzina, bersumpah
palsu, durhaka kepada orang tua, korupsi, dan sebagainya. Kedua,
menjaga diri dari perbuatan yang merusak atau merugikan diri sendiri seperti: minum
khamar/narkoba, berjudi, boros, menyia2-kan waktu, malas bekerja, tidak menuntut ilmu, tidak berbudi, dan sebagainya. Ketiga, menjaga diri dari perbuatan
yang merusak dan merugikan orang lain seperti: menipu, mencuri, merampok,
memfitnah, menganiaya, berkhianat, mengadu domba, berdusta, mengganggu
ketentraman ru-mah tangga orang lain, mencemari dan merusak lingkungan dan
sebagainya.
Ma’syiral
Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah
Jadi orang yang taqwa itu mereka yang selalu berhati-hati
dan menjaga diri dari semua perkara (kehendak, pemikiran, perkataan, dan
perbuatan) yang mengundang kemurkaan Allah Swt, kemudian merugikan diri sendiri dan merugikan orang lain. Sikap berhati-hati didalam-nya terdapat tiga hubungan kehidupan. Pertama,
hubungan kepada Allah Swt; orang yang taqwa selalu berhati-hati menjaga
diri baik (tekad, ucap dan lagkah) dari semua perbuatan yang dimurkai oleh
Allah Swt; di bidang akidah menjaga kemurnian akidah dari segala macam rawasib
(kemusyrikan dan kekafiran); di bidang ibadah selalu menjaga kemurnian ibadah
sesuai dengan panduan al-Qur’an dan tuntunan Sunnah Rasul Saw; di bidang ahklaq
selalu menjaga diri dari pelanggaran etika ajaran
Islam.
Kedua, hubungan
terhadap semua manusia sebagai makhluk sosial (ijtimaiyah); orang yang
bertaqwa selalu berhati-hati menjaga diri dari semua perbuatan yang merugikan orang
lain, walaupun akan menguntungkan baginya. Karena itu pula kita diwajibkan
untuk amar ma’ruf nahi munkar untuk menghilangkan dan mencegah segala bentuk
kemurkaan yang dapat menimbulkan malapetaka dan bencana bagi kehidupan ini.
Ketiga, hubungan terhadap diri
pribadi dimana manusia sebagai mahluk individual (nafsiah) yang
bertanggung jawab atas semua per-buatannya di hadapan Allah; maka hati-hati dalam
rangka taqwa itu ialah kemampuan menjaga diri dari semua pe-langgaran (baik
terhadap peraturan Allah maupun peraturan pemerintah) yang
dapat merugikan diri sendiri. Sebab semua bentuk pelanggaran sekecil apapun
akan merugikan bagi yang bersangkutan.
Sebagaimana Firman-Nya:
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهُ. وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهُ
“Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan seberat biji zarrah, kelak dia akan melihat balasannya.
Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat biji zarrah, niscaya diapun akan
melihat balasannya pula”.(QS. al-Zalzalah,
99: 7-8)
Ma’syiral
Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah
Kesimpulan;
Adalah tiga hal
yang harus diperhatikan
dlam mewujudkan ketaqwaan pada kehidupan sehari-hari yakni:
1.
Pertama, kita harus; berhati-hati
menjaga diri,
dari melakukan berbagai perbuatan yang menyebabkan murka Allah Swt., seperti:
syirik, kafir, meninggalkan ibadah, berzina, bersumpah palsu, durhaka kepada
orang tua, korupsi, dan sebagainya.
2.
Kedua, kita harus; berhati-hati menjaga diri dari perbuatan yang
merusak atau merugikan diri sendiri
seperti:
minum khamar (sekarang termasuk narkoba), berjudi, boros, membuang-buang waktu,
tidak mau bekerja (malas), tidak menuntut ilmu, tidak berbudi, dan sebagainya.
3.
Ketiga, kita harus; berhati-hati
menjaga diri dari perbuatan yang merusak dan merugikan orang lain
seperti:
menipu, mencuri, merampok, memfitnah, menganiaya, berkhianat, mengadu domba,
berdusta, mengganggu ketentraman ru-mah tangga orang lain, mencemari dan
merusak lingkungan dan sebagainya.
Semoga Allah SWT senantiasa
memberikan petunjuk dan tuntunan kepada kita untuk meningkatkan ketaqwaan
sebagai landasan yang kokoh untuk membangun kembali kehidupan masyarakat dan
bangsa kita, demi menuju bangsa yang diridhai Allah Swt, Amin.
أَقُوْلُ قَوْلِ هذَا
وَاسْتَغْفِرُاللهَ العَظِيْمَ لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلَمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Oleh: Moh.Ali Mahmudi,S.Pd.I
Mengukir Prestasi Dihadapan
Ilahi
Paldam, 16/05-'14
Paldam, 16/05-'14
Ma’asyiral
muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah.....
Kita
semua maklum bahwa, manusia pada mulanya berasal dari dua orang sejoli,
Nabiyullah Adam dan ibunda Hawa. Dari padanya-lah berkembang menjadi banyak berbangsa-bangsa
bahkan suku-suku. Semua manusia dinegara manapun dinisbatkan kepada beliau
berdua. Dalam hal ini Allah swt., berfirman (QS.Al-Hujurat:13).
artinya:“Hai
manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling mengenal. Sesungguhnya orang YG paling mulia diantara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.”
Disebutkan
dalam ayat ini bahwa kedudukan manusia dihadapan Allah adalah sama, tidak ada
perbedaan. Adapun yang membedakan manusia satu dgn yg lainnnya adalah Ketaqwaannya,
yaitu seberapa ketaatan mereka kepada Allah swt., dan RasulNya. Rasulullah
Saw., bersabda:
لَيْسَ لأَحَدٍ عَلَى أَحَدٍ فَضْلٌ إِلاَّ بِالدِّيْنِ
أَوْ عَمَلٍ صَالِحٍ. (رواه البيهقي).
“Tidaklah seseorang mempunyai
keutamaan melebihi orang lain, kecuali karena ketaatan dalam agama atau amal
shalih.”
Ma’asyiral
muslimin jama’ah Jum’ah rahimakumullah ...
Akan
tetapi Saat ini, kehidupan manusia berbalik dgn apa yg telah di isyaratkan ayat
dan hadits di atas. Bukan lagi berlomba2 dalam ketaatan beragama akan tetapi perkembangan manusia modern saat ini, berlomba-lomba dalam
mengembangkan potensi keduniaan-nya. demi rasa gembira, puas, bangga, bahkan kesombongan.
merasa dikdaya dgn kekuasaanya, adikuasa dgn kepemimpinannnya, membanggakan kekayaan
diatas kemiskinan orang lain, membanggakan jabatan dan kedudukan yg telah
diraihnya, sehingga hak-hak syariat agama pun terlupakan. BAHKAN terkadang tidak
mempedulikan perintah Allah swt., dan larangan-NYA. Padahal disaat manusia
punya; KEkuasaAN, KEkayaAN, jabatan dan kedudukan, pada saat itulah manusia sedang
diuji oleh Allah swt., apakah mreka gol. hamba yang taat atau gol. hamba yg Laknat.
Itulah parameter yang pada saatnya nanti akan dimintai pertanggung-jawaban.
Ma’asyiral
muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah ..
Kemudian yang menjadi pertanyaan dalam
kehidupan kita sekarang ini adalah..! Prestasi manakah yang akan kita
raih? Prestasi barrun, taqiyyun, karimun (baik, taqwa, mulia!)
Ataukah sebaliknya prestasi fajirun, syaqiyun, Dzalilun (ahli maksiat,
celaka, hina) Dalam hal ini? Kita sudah sepatutnya koreksi diri sejauh mana
kita mentaati ajaran Allah swt., dan RasulNya. Dalam sebuah wasiat Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata:
أَيُّهَا النَّاُس إِنَّمَا أَنْتَ أَيَّامٌ، كُلَّمَا
ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ.
“Wahai manusia, ketahuilah bahwasanya
engkau bagaikan (kumpulan) hari-hari, setiap ada sehari yang berlalu, maka
hilanglah sebagian dari dirimu.”
Ma’asyiral
muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah ..
Wasiat
Imam Al-Hasan Al-Bashri ini selanjutnya akan menimbulkan pertanyaan bagi kita
terhadap diri sendiri;
·
Sudah berapa umur kita yang
berlalu begitu saja .. ?
·
Sudah berapakah amal sholeh yang
telah kita investasikan di sisi Allah .. ?
·
Sudah berapa pula, amal maksiat
yang telah kita lakukan yang menyebabkan kita nantinya terseret kedalam Neraka
.. ?
Marilah,
segera kita tahsibun li nafsi /evaluasi diri dengan berjanji pada
diri-sendiri untuk berhenti dari kemaksiatan, serta memperbaiki diri untuk
meningkatkan prestasi dihadapan Allah swt., dan Rasulnya. Semua Umat
Islam termasuk kita ini telah diberi hidayah berupa Al-Qur’an (dan As-Sunnah).
Selanjutnya tinggal bagaimana kita umat Islam menerjemahkan dalam kehidupan
sehari-hari. Apakah kita termasuk dhalimun linafsih, muqtashid, atau
saabiqun bil khairat bi idznillah. Dalam tafsirnya, Al-Hafizh Ibnu
Katsir memberikan pengertiannya :
·
dhalimun
linafsihi:
Orang yang enggan mengerjakan kewajiban (syariat) dan banyak melanggar apa yang
Allah haramkan.
·
Muqtashid: Orang yang
menunaikan kewajiban, meninggalkan yang diharamkan, kadang meninggalkan yang
sunnah dan mengerjakan yang makruh.
·
Sabiqun bil
khairat:
Orang yang mengerjakan kewajiban dan sunnah, serta meninggalkan yang haram dan
makruh, bahkan meninggalkan sebagian yang mubah/subhat. (karena wara’nya)
Ma’asyiral
muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah ..
Tak
seorang pun di antara kita yang bercita-cita untuk berada dalam penjara Allah
yang berupa siksa api Neraka yang sangat dasyat.. Tetapi semua itu kembali kepada
kita masing-masing. Kalau kita tidak mempedulikan syari’at Allah swt., tentulah
kita akan masuk di dalam neraka tsb.. Na’udzu
billah. , sebagaimana sabda Rasul SAW.
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ
بِالشَّهَوَاتِ.
“(Jalan) menuju surga itu penuh dengan
sesuatu yang tidak disukai manusia, dan (jalan) Neraka itu dilingkupi sesuatu
yang disukai oleh syahwat”
Kesimpulan ;
1.
Bukan umur yg berlalu yg kita hitung untuk meningkatkan
prestasi di sisi Allah swt., akan tetapi sekarang dan yg akan datanglah umur yg menentukan prestasi kita dalam menggapai
ridho Allah swt..
2.
Jadikanlah diri sebagai
Sabiqun bil khairat: Orang yang mengerjakan kewajiban dan sunnah, serta
meninggalkan yang haram dan makruh, serta meninggalkan hal-hal yang subhat.
3.
Jadikanlah sosial
kemasyarakatan kita sbg mu’amalah syar’iyah
sehingga menjadikan prestasi yg luar biasa disisi Allah swt. Manusia sekitar,
4.
Dan selalu berusaha Menjauhi segala macam
bentuk kemaksiatan.
Semoga
Allah menjadikan kita ke dalam golongan umat terbaik ; barrun, taqiyyun,
karimun (baik, taqwa, mulia!)
dan terjauhkan dari fajirun,
syaqiyun, Dzalilun (ahli maksiat, ahli celaka, ahli hina). Amin
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar